TARAKAN, okenews.net – Deadline permintaan tebusan 10 WNI
yang disandera oleh kelompok separatis Abu Sayyaf di Filipina, berakhir pada
Jumat (08/04/2016) ini. Namun, keputusan
diplomatik Filipina, tak mengizinkan militer Indonesia untuk terlibat dalam upaya
pembebasan tersebut.
Walaupun, Pemerintah Filipina tidak memberikan sinyal lampu
hijau, hingga kini 500 personil gabungan TNI dan Polri masih melakukan latihan
gabungan untuk pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC), guna memelihara kemampuan
tempur.
“Kita menyiapkan pasukan untuk siaga konsiyir operasi,
perintah terakhir tetap siaga operasi dan memelihara kemampuan pasukan,” ujar
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) VI Mulawarman, Kolonel Andi Gunawan, dalam
jumpa persnya, Jumat (08/04/2016).
Andi juga menerangkan, pihaknya belum mengetahui nasib 10
orang WNI yang disandera di Filipina Selatan, lantaran belum menerima perintah
untuk melakukan pergerakan maupun upaya pembebasan sandera.
“Di wilayah kontijensi Kodam VI Mulawarman kita melaksanakan
PPRC, hanya untuk mempertajam kemampuan.
Saya selalu monitor, kapanpun dan dimanapun kami siap untuk bergerak,”
tegasnya.
Namun, keberadaan PPRC TNI di Tarakan, menurut Andi, siap
dikerahkan jika ada perintah untuk melakukan misi pembebasan sandera di
Filipina.
“Kita siap bergerak kapan saja dimana saja, kita juga siap
dikerahkan dan digerakkan, dari manapun harus bisa karena sudah dilatih,” tutup
Kapendam VI Mulawarman. (rizal/rusman)
Tidak ada komentar: